- Back to Home »
- KONSEP KI HAJAR DEWANTARA
Posted by : Mr X
Jumat, 01 November 2013
KONSEP KI HAJAR DEWANTARA DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) lahir di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda), ia meneruskan pelajarannya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumi putera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Ia kemudian menulis untuk berbagai surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express. Setelah zaman kemerdekaan, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Sebagai wujud penghormatan atas jasa-jasa Ki Hajar Dewantara, maka tanggal kelahirannya, tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Selain itu, menurut surat keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November, Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.
Pada usia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Suwardi Suryaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara dengan tujuan agar beliau dapat lebih bebas dan lebih dekat dengan rakyat. Buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan yang terdiri atas berbagai perbedaan yang ada sehingga dalam pelaksanaannya tidak boleh membeda-bedakan status mereka dan harus berdasarkan nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Kemerdekaan mengembangkan diri adalah hakikat dari sebuah pendidikan. Untuk mencapai kemerdekaan bangsa, Ki Hajar Dewantara berusaha memajukan pendidikan bagi rakyatnya, termasuk pantun “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian” adalah pantun ciptaannya untuk mendorong semangat perjuangan dalam pendidikan.
Pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa yang bercorak nasional untuk menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa anak didik. Alasan Ki Hajar Dewantara memilih bidang pendidikan dan kebudayaan karena merupakan salah satu “strategi” untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah. Taman siswa memiliki asas yang terdiri dari 7 pasal, yaitu:
Pasal ke-1 dan 2 mengandung dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri.
Pasal ke-3 menyinggung masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik kecenderungan dari bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan ke barat-baratan
telah menimbulkan kekacauan. Sistem pengajaran yang terlampau memikirkan kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar kodrati yang terdapat dalam kebudayaan sendiri.
Pasal ke-4 menyangkut tentang dasar kerakyatan untuk memepertinggi pengajaran yang dianggap perlu dengan memperluas pengajarannya.
Pasal ke-5 memiliki pokok asas untuk percaya kepada kekuatan sendiri.
Pasal ke-6 berisi persyarat dalam keharusan untuk membelanjai sendiri segala usaha Taman Siswa.
Pasal ke-7 mengharuskan adanya keikhlasan lahir-batin bagi guru-guru untuk mendekati anak didiknya.
Taman Siswa mendidik siswa menjadi manusia yang mandiri, tidak banyak bicara, tetapi banyak berbuat dan bertindak, serta lebih bertanggung jawab.
Salah satu konsep belajar dan pembelajaran yang terkenal dari Ki Hajar Dewantara adalah :
1. Ing ngarso sung tulada : di depan member teladan
2. Ing madya mangun karsa: di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa
3. Tut wuri handayani : dari belakang memberikan dorongan dan arahan.
4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.
1.Learning to know : Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to How. Secara Implisit, Learning to know bermakna: * Belajar Sepanjang Hayat (life long of education) * Belajar bagaimana caranya untuk belajar (learning how to learn)
Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Tenaga kependidikan (Guru, pelatih, instruktur, dll) harus menjadi inspirator dalam pengembangan, perencanaan, dan pembinaan pendidikan dan pembelajaran. Hal ini juga secara eksplisit di cantumkan dalam PP no 19 tahun 2005, yaitu guru sebagai Agent Pembelajaran harus menjadi Fasilitator, pemacu, motivator, dan inspirator bagi peserta didik. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.
2.Learning to do : Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi, belajar untuk berkarya atau mengaplikasikan ilmu yang didapat oleh siswa.
Di dalam sebuah pembelajaran ada prinsip aktivitas (ada kegiatan) : * Hard Skills : keterampilan yang menuntut fisik * Soft Skills : keterampilan yang menuntut intelektual
Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seharusnya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan
sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata. Selain itu, sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
3.Learning to be : Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.
Hal ini erat sekali kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal.
Selain itu, pendidikan juga harusbermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.
4.Learning to live together : Belajar memhami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya.
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together)
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Pendidikan di sekolah juga harus merangsang soft skill peserta didik sehingga kelak mereka mampu hidup bersama dengan orang lain, mampu bekerja sama dengan orang lain. Bahkan mereka terlatih untuk peka akan suka-duka orang lain.
Perbedaan Antara Kontekstual Dan Konseptual
Kontekstual
Dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi keempat, yang dimaksud dengan konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna. Maksud dari makna kontekstual dapat diartikan sebagai sebagai makna kata yang berada pada suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna, yang dipengaruhi oleh situasi, tempat, waktu, lingkungan penggunaan kata tersebut. Artinya, munculnya makna kontekstual bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan. Misalnya penggunaan makna kontokstual terdapat pada kalimat berikut:
1. Kaki Dona terluka karena menginjak paku
2. Rumah nenek di kaki gunung
Penggunaan kaki pada kalimat diatas,bila ditilik pada konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (1), kaki berarti „alat gerak bagian bawah pada tubuh makhluk hidup‟, sedangkan pda kalimat (2), kaki memiliki arti „bagian bawah dari suatu tempat‟. Kata “kaki” pada hakikatnya memiliki maksud bagian terbawah dari suatu objek, tetapi dalam penggunaan kata tersebut juga harus disesuaikan dengan konteks, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengertian arti kaki.
Konseptual
Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan konsep adalah rancangan, ide, atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Konseptual diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan konsep. Dapat dikatakan, makna konseptual merupakan makna yang ada pada kata yang tidak tergantung pada konteks kalimat. Makna konseptual sama artinya dengan makna denotatif, mana referensial,dan makna gramatikal. Contoh dari makna konseptual yaitu:
(1) ibu memiliki makna konseptual „manusia berjenis kelamin perempuan dan telah dewasa‟.
(2) Kuda memiliki makna konseptual „sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai‟
Pembelajaran Kontekstual merupakan konsep belajar yang mengasumsikan situasi nyata seseorang yang terjadi pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat contohnya Siswa dengan guru yang memberi manfaat pengetahuan dan lain sebagainya. Sedangkan konseptual adalah abstrak yang menyatakan sebagai pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau simbol. Konsep dinyatakan juga sebagai bagian dari pengetahuan yang dibangun dari berbagai macam kharakteristik.
Perbedaan dari Kotekstual dan konseptual sebai berikut :
Pembelajaran kontekstual ialah kaedah pembelajaran yang menggabungkan isikandungan dengan pengalaman harian individu, masyarakat dan alam pekerjaan. Kaedah ini menyediakan pembelajaran secara konkrit yangmelibatkan aktiviti hans – on dan minds –on. Proses pengembangan tidak linier, tidak berurutan, pemecahannya tidak cukup melibatkan satu keahlian saja, dan tidak beorientasi pada pencapaian tujuan tertentu yang terikat dalam kurikulum. Proses desain dan pengembangan terus berkembang, reflektif, dan kolaboratif. Kegiatan pengembangan dimulai dari desain yang kurang jelas, namun terus dilakukan kegiatan pengembangan sambil terus melakukan perbaikan. Pengembangan bersifat kolaboratif, artinya melibatkan beberapa pihak, termasuk …
Sedangakan Konsptual merupakan yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Konsep diartikan juga sebagai suatu abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir. Konseptual deskripsi verbal realitas dengan menyajikan komponen relevan dan definisi, dengan dukungan dataModel bisa menjadi sarana untuk menerjemahkan teori ke dalam dunia kongkret untuk aplikasi ke dalam praktek (model dari). Bisa juga model menjadi sarana memformulasikan teori berdasarkan temuan praktek (model untuk). Model merupakan salah satu tool untuk teorisasi. Arti teorisasi adalah proses empirik dan rasional yang menggunakan bermacam alat, seperti prosedur penelitian,